MembuatPoster Mencintai Keberagaman Sosial Budaya Indonesia sebagai Kekayaan Bangsa - 27549920 AudreySitungkir AudreySitungkir 19.03.2020 PPKn Sekolah Menengah Pertama terjawab Membuat Poster Mencintai Keberagaman Sosial Budaya Indonesia sebagai Kekayaan Bangsa Isi poster dapat berupa A.Gambar keberagaman sosial budaya di Indonesia.
PosterMencintai Keberagaman sosial Budaya Indonesia Sebagai Kekayaan Bangsa Terpopuler - berikut ini adalah postingan tentang poster mencintai keberagaman sosial budaya indonesia sebagai kekayaan bangsa semoga informasi tersebut sesuai yang kamu butuhkan sekarang 2020-09-11 20:03:36 dan bermanfaat serta bisa menambah pengetahuan tentang Poster Mencintai Keberagaman sosial Budaya Indonesia
Keberagaman bahasa dan budaya di Indonesia merupakan anugerah besar dari Tuhan bagi Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, pertemuan antar bahasa dan budaya tidak dapat terelakkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan cenderung menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horizontal. Untuk mengatasi konflik sebagai dampak keberagaman tersebut, pemerintah mencanangkan program dan gerakan pendidikan karakter. Program dan gerakan tersebut belum maksimal memberikan dampak sehingga dunia pendidikan perlu dilibatkan mulai dari Pendidikan dasar, menengah, hingga Pendidikan tinggi. Untuk mendukung program dan gerakan pendidikan karakter dalam pendidikan tinggi, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang diatur dalam nomor 43/dikti/kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok matakuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi dan undang-undang No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi. Dalam kebijakan-kebijakan tersebut, bahasa Indonesia termasuk dalam kelompok matakuliah pengembangan kepribadian sebagai penguatan karakter semangat kebangsaan melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Diharapkan dengan dicanangkannya kebijakan-kebijakan tersebut dapat menyemarakkan program dan gerakan pendidikan karakter untuk membangun kesadaran masyarakat Indonesia dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar diharapkan dapat membangun karakter masyarakat Indonesia agar semakin mencintai bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa di tengah keberagaman bahasa dan budaya daerah. Menguatnya karakter kebangsaan dalam berbahasa Indonesia diharapkan dapat meningkatkan ketahanan nasional dalam menghadapi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik dari dalam maupun luar negeri. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 96 ISSN 2338-2635; e-ISSN 2798-1371 KEBERAGAMAN BAHASA DAN BUDAYA SEBAGAI KEKAYAAN BANGSA INDONESIA Ramot Peter1, Masda Surti Simatupang2 1Character Building Development Center, Information Systems Department, School of Information Systems, Bina Nusantara University, Jakarta, Indonesia 11480 2Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Bahasa, Universitas Kristen Indonesia. masdasimatupang Abstrak Keberagaman bahasa dan budaya di Indonesia merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia. Kekayaan ini dirasakan masih belum dapat memberikan dampak positif dalam kehidupan berbangsa. Melalui kajian beberapa literatur, penulis menemukan permasalahan, di antaranya kurangnya pengetahuan masyarakat tentang keberagaman bahasa dan budaya, serta bagaimana memberdayakan kekayaan keberagaman tersebut untuk mendatangkan keuntungan bagi negara. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sangat diperlukan semangat masyarakat Indonesia untuk mengenal dan memahami tentang kekayaan bahasa dan budaya Indonesia dalam kehidupan masyarakat yang beragam. Diharapkan setelah mengenal keberagaman bahasa dan budaya Indonesia, upaya untuk menjaga jatidiri bangsa serta memperkenalkan kepada dunia melalui pentas-pentas seni secara nasional dan internasional sehingga dapat mendatangkan devisa buat pemerintah Indonesia. Kata kunci Keberagaman, bahasa, budaya. Abstract The diversity of language and culture in Indonesia is one of the wealth of the Indonesian nation. This wealth is still not felt to have a positive impact on the life of the nation. Through a study of several literatures, the authors found problems, including the lack of people knowledge about language and cultural diversity, and how to empower the richness of this diversity to bring benefits to the country. To overcome these problems, it is very necessary for the enthusiasm of the Indonesian people to know and understand the richness of the Indonesian language and culture in the lives of various people. It is hoped that after getting to know the diversity of Indonesian language and culture, efforts to maintain national identity and introduce it to the world through national and international art performances so that it can bring in foreign exchange income for the Indonesian government. Keywords Diversity, language, culture. 1. Pendahuluan Keberagaman bangsa Indonesia merupakan given atau anugerah Tuhan dan merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh banyak negara di dunia. Keberagaman tersebut dapat disebabkan oleh faktor geografis dan adanya perkembangan 97 bahasa yang berbeda-beda pada setiap kelompok masyarakat. Perbedaan yang ditimbulkan oleh faktor geografis, misalnya bahasa dan budaya masyarakat yang hidup di daerah pantai sangat berbeda dengan bahasa dan budaya masyarakat yang hidup di daerah pegunungan. Perbedaan bisa muncul seperti pada intonasi dan pemilihan kata dalam berbicara, disain rumah dan pakaian, upacara adat yang digelar, perlengkapan alat kerja, dan lain-lain. Dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik BPS tahun 2010, data menunjukkan ada 1340 jumlah suku yang merupakan kelompok etnis dan budaya masyarakat dan hidup bersama di bumi pertiwi yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari pulau Miangas sampai pulau Rote. Sedangkan jumlah bahasa berdasarkan pemetaan bahasa di Indonesia yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 berjumlah 718 bahasa. Keberagaman bahasa dan budaya merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat terelakkan dan menjadi ciri keunikan masyarakat Indonesia. Data-data tersebut memberikan gambaran bahwa semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang menjadi ikatan persatuan bangsa Indonesia masih tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Keberagaman bahasa tak dapat dipisahkan dari budaya karena bahasa itu adalah bagian dari budaya Koentjaraningrat,1964. Kontribusi bahasa sangat besar dalam mewarnai budaya sehingga bahasa itu berfungsi sebagai pengungkap, pembentuk, dan penanda realitas budaya penuturnya Kramsch, 1998. Ketika bahasa dituturkan oleh penuturnya maka hal itu merupakan manifestasi dari konstruksi budaya yang melatarinya. Brown 2000 menegaskan, “ A language is a part of culture and culture is a part of language; two are intricately interwoven so that can not separate the two losing the significance of either, the culture and language are inseperable,” maksudnya adalah bahasa merupakan bagian dari budaya, dan budaya adalah bagian dari bahasa, kedua-duanya saling terikat dan tidak terpisahkan. Kajian keberagaman bahasa dan budaya cukup luas karena terlalu banyaknya ragam bahasa dan budaya itu. Adapun pembahasan artikel ini meliputi hakikat keberagaman bahasa dan budaya, pemikiran tentang keberagaman bahasa dan budaya, masyarakat yang beragam, dan keberagaman bahasa dan budaya itu kekayaan bangsa. 2. Pembahasan Hakikat Keberagaman Bahasa dan Budaya Keberagaman dapat didefinisikan sebagai atribut apapun yang relevan dengan individu yang menciptakan atau memperkuat persepsi bahwa satu individu berbeda dari 98 individu lain Janasz, 2006. Keberagaman bahasa dan budaya itu terjadi secara alamiah, artinya kebebasan dan faktor alam sangat berperan, misalnya dalam mengungkapkan bunyi ayam berkokok. Mulyana 2008 memberikan contoh beberapa bahasa daerah yang mengekspresikan bunyi ayam jago berkokok, antara lain Sunda kongkorongok, Indonesia kukuruyuk, Jepang kokekoko, Korea kokio, Perancis kikiriki, Rusia kukurika, dan Inggeris cock-a-doddle-doo. Secara realitas yang dimaksud adalah sama yaitu ayam berkokok, namun cara membunyikannya berbeda karena kebebasan dari pengguna bahasa. Keberagaman bahasa dan budaya juga merupakan perbedaan jumlah kosa kata yang dimiliki oleh tiap kelompok masyarakat. Misalnya, rice dalam bahasa Inggeris bisa diungkapkan menjadi empat kata dalam bahasa Indonesia, yaitu padi, gabah, beras, dan nasi. Penelitian Jiang 2000 mengungkapkan bahwa Cina tidak mengenal kata khusus yang membedakan makan pagi sarapan, makan siang, dan makan malam. Yang ada hanya makan, itu saja. Sementara bahasa Inggeris, makan itu dibedakan, yaitu breakfast untuk makan pagi, lunch untuk makan siang, dan dinner untuk makan malam. Hakikat berikutnya dari keberagaman itu adalah strata sosial. Masyarakat yang memiliki strata sosial yang kompleks akan memiliki bahasa yang lebih bervariasi dari pada masyarakat yang memiliki strata sosial sederhana. Ini dapat dilihat seperti pada masyarakat Jawa, Sunda dan Bali. Misalnya pada masyarakat Sunda, untuk mengatakan makan saja, terdapat beberapa variasi ungkapan, antara lain mangan agak kasar dan dahar halus. Sedangkan pada masyarakat Batak, masyarakat yang stratifikasi sosialnya sederhana, pengungkapan makan hanya hanya diungkapkan dengan kata mangan. Adapula keberagaman bahasa dipengaruhi oleh sistem religi yang dianut oleh sekelompok masyarakat. Masyarakat penganut muslim banyak menggunakan kosa kata yang berasal dari bahasa Arab karena ajaran Islam disampaikan dan berkembang pertama kali di tanah arab. Sampai hari ini kitab rujukan yang digunakan tetap berbahasa arab. Kondisi ini membuat masyarakat harus familiar dengan bahasa Arab. Contoh kata yang sering digunakan oleh umat Islam, hadits, yaitu ucapan dan perbuatan yang dilakukan nabi, sholat, salah satu amalan wajib umat Islam yang dilakukan lima kali dalam sehari. Bagi penganut Kristen, kosakata dari bahasa Ibrani yang dipakai orang Kristen di seluruh dunia, termasuk Indonesia, di antaranya shallom salam dan haleluya Puji Tuhan. Pada kasus yang sangat sederhana, hanya untuk menyebutkan Tuhan, muncul ungkapan yang banyak, yaitu Allah Islam diucapkan dengan model pengucapan bahasa Arab, huruf L ditebalkan /tafkhim, dan bagi pemeluk Kristiani dibaca biasa, ejaan bahasa Indonesia, Dewa Budha dan aliran kepercayaan, Hyang Widhi Hindu, dan lain-lain. 99 Pemikiran tentang Keberagaman Bahasa dan Budaya Menurut Boas dalam Duranti 1997, antropologi bahasa secara holistik terdiri dari empat bidang, yaitu fisik, linguistik, kebudayaan, dan arkeologi. Secara fisik, manusia tumbuh dan berkembang dengan cara beradaptasi dengan lingkungan dimana dia berada, misalnya orang yang tinggal di pesisir pantai atau tempat panas, kurang tahan di tempat yang dingin atau pegunungan dan begitu juga sebaliknya. Hal ini secara linguistik akan membedakan cara pengucapan kata pada orang yang tinggal di kedua daerah itu. Di daerah pesisir, orang cenderung berbicara dengan suara keras; sedangkan orang yang tinggal di daerah pegunungan cenderung lebih halus. Dari segi kebudayaan, orang tidak mungkin betul-betul memahami suatu kebudayaan tanpa terlibat langsung dengan orang-orang yang mempunyai kebudayaan tersebut dan tidak dapat mendalami budayanya tanpa memahami bahasa mereka. Bahasa pada suatu masyarakat sangat terkait dengan kebudayaannya sehingga tidak mungkin membicarakan kebudayaan tanpa berbicara mengenai bahasa yang digunakan dalam kebudayaan tersebut. Pandangan Boas ini menekankan tentang pentingnya bahasa dalam cara berfikir suatu masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat tersebut. Pemikiran Boas lainnya yaitu relativitas budaya cultural relativism yang merupakan cara pandang terhadap sebuah kebudayaan dari sudut pandang budaya itu sendiri. Setiap bahasa mempunyai cara pandang sendiri dalam mengembangkan kosakata yang didapat dari kehidupan-orang-orang pemakai bahasa tersebut. Duranti 1997 memberi contoh, dalam bahasa Inggris dikenal perbedaan istilah yang menyangkut perairan air, danau, selokan, hujan, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa hal-hal yang berhubungan dengan air water adalah hal yang penting dalam budaya Inggris sehingga ditemukan banyak istilah yang merujuk kepada benda cair, yaitu perluasan air’ Lake danau; air yang mengalir dalam jumlah besar dan kecil River/ brook sungai/ selokan; dan banyak juga istilah-istilah yang berhubungan dengan air dalam bentuk rain hujan, dew embun, wave ombak, dan foam busa,buih. Sama halnya dengan kata salju snow dalam bahasa Eskimo, juga mempunyai beberapa variasi aput salju di tanah; qana salju yang turun; piqsirpoq salju yang bertumpuk-tumpuk; qimuqsug setumpukan salju. Adanya perbedaaan leksikal tersebut adalah juga karena pengaruh kebudayaannya. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat keragaman leksikal yang berhubungan dengan nasi sebagai makanan pokok, yaitu padi, gabah, beras, bubur, tumpeng, lontong, ketupat, nasi uduk, nasi rames, nasi liwet, ketan, tape ketan, dan lain-lain. 100 Selanjutnya pemikiran Boas diturunkan kepada murid-muridnya, yaitu Edwar Sapir 1884-1939 dan Benjamin Lee Whorf 1897-1941. Sapir menyatakan bahwa setiap bahasa merupakan suatu sistem yang sempurna dan menyeluruh yang dapat dimengerti dengan menggunakan kebudayaan dari bahasa tersebut. Tidak ada suatu kelompok masyarakat tanpa mempunyai bahasa dan budaya merupakan simbol antara individu dan masyarakat. Sedangkan Whorf menyatakan bahwa teori linguistik berfokus pada hubungan antara bahasa dan pandangan suatu dunia. Bahasa yang dimiliki oleh suatu masyarakat menjadikan mereka mendirikan suatu dunia tersendiri untuk penutur bahasa tersebut yang berbeda dengan dunia yang lain. Boas menegaskan dalam Girvin 2000 bahwa setiap kelompok masyarakat yang berbeda dan terisolasi, pada awalnya dicirikan oleh satu jenis kelompok dengan bahasa yang satu, budaya yang satu, dan direpresentasikan dengan bahasa dan budaya yang berbeda. Berbedanya bahasa dan budaya misalnya ditunjukkan oleh orang Jepang yang tidak menyukai berjabat tangan dan lebih menyukai membungkuk ketika menghormati orang lain dan tidak membersihkan hidungnya di depan umum. Orang Brazil sudah terbiasa tidak antri ketika naik bis atau membeli tiket kereta api, atau orang Yunani menatap bola mata lawan bicaranya, dan menganggukkan kepalanya untuk menyatakan tidak’. Pada prinsipnya, pemikiran Sapir adalah adanya peranan logika internal pada seseorang dalam berbahasa, sedangkan Whorf, lebih mengedepankan konsepnya tentang hubungan bahasa dengan gambaran dunia yang dipikirkan manusia, dimana Whorf percaya bahwa struktur bahasa manusia sarat dengan teori struktur alam yang luas Duranti, 1997. Sapir dan Whorf bertujuan mengungkapkan bahwa ada ketergantungan antara bahasa dan pikiran. Hipotesis Sapir-Whorf lebih tegas menyatakan bahwa struktur bahasa merupakan suatu yang digunakan secara terus menerus, mempengaruhi cara seseorang berpikir dan berperilaku. Bahasa dapat dikatakan sebagai bagian integral dari manusia, bahasa menyerap setiap pikiran dan cara penuturnya memandang dunianya. Seiring dengan keberagaman bahasa dan budaya ini, sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Jufrizal 2007 menggambarkan bahwa keberagaman bahasa merupakan akibat perkembangan pemikiran manusia. Jufrizal memaparkan tentang hipotesis Sapir-Whorf dan struktur informasi klausa pentopikalan bahasa Minangkabau membuktikan bahwa hipotesis Sapir-Whorf tidak saja memiliki kesesuaian melainkan juga melahirkan penguatan dan pengembangan. Adapun butir-butir pernyataannya sebagai berikut 1 Ada keberhubungan logis dan kuat antara bahasa, budaya, dan pikiran manusia; 2 Keberhubungan antara bahasa, budaya, dan pikiran manusia tidak bersifat acak atau sewaktu-waktu saja, melainkan terjadi secara sistematis, logis, dan sepanjang waktu; 3 101 Keberhubungan antara bahasa, budaya, dan pikiran manusia tidak terjadi satu arah, melainkan bersifat aneka arah; 4 Perkembangan bahasa, budaya, dan pikiran manusia berjalan beriringan dan terjadi secara alami; 5 Tipologi dan struktur gramatikal bahasa menggambarkan budaya berbahasa masyarakat penuturnya. Keberhubungan antara bahasa, masyarakat, dan kebudayaan terjadi secara berlapis, rumit, dan alami. Manusia dan kebudayaan adalah pasangan yang tidak terpisahkan. White 1973 menyatakan bahwa tidak ada budaya tanpa manusia, dan tidak ada manusia lazimnya tanpa budaya. Keberhubungan antara bahasa dan budaya yang begitu erat terjadi pada tataran lahiriah dan batiniah dalam kehidupan manusia, termasuk dalam pemerolahan dan pembelajaran bahasa. Sehubungan dengan itu, Duranti 1997 mengatakan bahwa kebudayaan juga dipandang sebagai sesuatu yang dipelajari, dipindahkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi, berikutnya melalui tindakan manusia; keseringannya dalam bentuk interaksi langsung, dan tentu saja, melalui komunikasi linguistik. Dalam pemerolehan bahasa, alam dan budaya berinteraksi sedemikian rupa untuk menghasilkan kekhasan bahasa-bahasa manusia. Jadi, keberhubungan bahasa dan budaya bersifat asimetris yang artinya Bahasa dapat menunjukkan suatu buday dan sebaliknya budaya dapat menentukan Bahasa yang digunakan oleh masyarakat itu sendiri Dirgeyasa, 2016. Keberagaman Masyarakat Sebagai sebuah sistim linguistik, dalam bahasa akan ditemukan banyak perbedaan penggunaannya yang menyebabkan variasi dalam penggunaannya. Dalam hal ini akan dijelaskan perbedaan tersebut berdasarkan sosiolinguistik, waktu, tempat, keberlanjutan, pemakaian, kosakata, bahasa tabu, elipsis, idiom, dan struktur bahasa. Perbedaan tersebut terjadi karena, yang pertama, pengucapan yang berbeda yang digunakan oleh setiap individu. Setiap orang mempunyai cara berbicara masing-masing yang banyak dipengaruhi oleh budaya disekitarnya. Misalnya orang Batak dan orang Jawa yang berbicara dalam Bahasa Indonesia, akan berbicara dengan pengucapan yang berbeda satu dengan lainnya. Dari segi fonologi, orang Batak yang masih kental dengan logat Batak misalnya akan menggunakan e’ taling dalam pengucapannya, sementara orang jawa yang juga kental dengan logat Jawa akan banyak menggunakan bunyi gumam dan dengung, seperti mBandung, nDemak, ngGombal. Orang Palembang cenderung mengubah akhiran berbunyi a’ dalam bahasa Indonesia baku menjadi o’ misalnya kita, dia, katanya menjadi kito, dio, katonyo, sedangkan orang Betawi memakai akhiran e’ yaitu kite, die, katenye. 102 Perbedaan yang kedua yaitu situasi, yang mengacu pada variasi dari segi keformalan, yaitu ragam beku frozen, ragam resmi formal, ragam usaha konsultative, ragam santai casual, dan ragam akrab intimate. Ragam beku adalah ragam yang sangat formal dan ilmiah misalnya dalam dokumen-dokumen resmi atau bahasa hukum. Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, surat-menyurat dinas, dan ceramah keagamaan. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik pada waktu kita mengajar di kelas adalah juga contoh ragam resmi. Ragam usaha adalah bahasa pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, dan bahasa sehari-hari. Ragam usaha adalah ragam yang berada antara ragam formal dan informal. Ragam santai informal digunakan untuk situasi tidak resmi, misalnya antar teman berolah raga, rekreasi, atau berbincang dengan kerabat. Ragam akrab adalah bahasa yang dipakai antar keluarga dan teman akrab Chaer, 2004. Ragam akrab dipakai bila pembicara menganggap kawan bicara sebagai sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya, atau bila topik pembicaraan bersifat tak resmi. Contohnya adalah bahasa Indonesia yang digunakan oleh para mahasiswa ketika mereka memesan makanan di kantin. Ragam mini dinamakan ragam substandar. Kemudian sebaliknya, ragam resmi, yaitu ragam bahasa yang dipakai bila kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau bila topik pembicaraan bersifat resmi misalnya pada surat-menyurat dinas, perundang-undangan, karangan teknis atau bila pembicaraan dilakukan di depan umum. Ragam ini dinamakan juga ragam standar. Perbedaan ketiga yaitu lokasi, misalnya bahasa Indonesia di Jakarta diwarnai dengan bahasa Betawi, sedangkan bahasa Indonesia di Palembang bercampur dengan dialek Palembang, dan di Medan dipakai bersama dengan bahasa melayu Deli, dan demikian juga ditempat-tempat lain, bahasa Indonesia dipergunakan dengan memakai dialek bahasa daerah dan bercampur dengan bahasa daerah tersebut. Jika orang dari Medan misalnya berkunjung di Jakarta untuk beberapa waktu akan merasakan bahwa bahasa Indonesia yang dipakai di Jakarta akan berbeda dengan yang di Medan, begitu juga bila berkunjung ke Palembang, akan merasakan hal yang sama. Dengan menggunakan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia, maka komunikasi akan lancar antara satu dengan yang lainnya, walaupun akan terlihat perbedaan dari cara pengucapan dan pilihan kata. Perbedaan keempat adalah penggunaan kosakata yang berbeda pada maksud yang sama, atau makna sama, pengungkapan berbeda. Ini biasanya digunakan dalam ragam lisan, contohnya, untuk menyatakan perbandingan paling,’ di Medan digunakan kali’, misalnya sombong kali, enak kali. Di Palembang, kali’ diganti menjadi nian’ dan di Jakarta, kali’ diganti menjadi amat’, artinya sama-sama menggunakan bahasa Indonesia tetapi pemilihan 103 kata yang berbeda. Atau, satu kosakata yang sama tapi dengan arti yang berlainan. Contohnya awak’, di Medan atau daerah sumatera utara berarti saya atau aku’, sedangkan di Palembang artinya kamu’. Dari contoh-contoh tersebut, dapat dikatakan bahwa penggunaan satu bahasa, tidak akan persis sama digunakan oleh para penuturnya. Ada juga beberapa bahasa yang dipakai masyarakat yang tinggal dalam satu kawasan, misalnya di Papua Nugini terdapat lebih dari 750 bahasa yang berbeda satu dengan lainnya, walaupun bahasa-bahasa tersebut termasuk dalam rumpun yang sama. Contoh lainnya adalah bahasa Batak. Bahasa Batak sebenarnya terdiri dari 6 bahasa dengan budaya yang berbeda, yaitu Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, dan Batak Dairi. Walaupun keenam jenis bahasa itu termasuk dalam rumpun bahasa Batak, tetapi masing-masing pengguna tidak saling mengerti bahasa tersebut, sehingga mereka harus menggunakan bahasa pemersatu, yaitu bahasa Indonesia untuk berinteraksi satu dengan lainnya. Keberagaman Bahasa dan Budaya itu Kekayaan Bangsa Keberagaman bahasa dan budaya Indonesia merupakan kekayaan yang menjadikan bangsa Indonesia memiliki keunikan di antara banyak bangsa di dunia. Keunikan ragam bahasa dan budaya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia merupakan harta warisan yang tak ternilai harganya dan sangat mendesak untuk terus dilestarikan Yanzi, 2016. Bahasa tidak dapat dipisahkan dari budaya dan menjadi wadah pengungkapan budaya yang mengikat manusia satu dengan lainnya. Bahasa merupakan simbol dari sebuah kebudayaan suatu suku bangsa etnokultur berdasarkan adanya dialek atau logat bahasa yang beraneka ragam variasinya. Sedangkan budaya merupakan semua cara perilaku yang berterima dan terpola dari manusia Triyanto, 2019. Lewat bahasa manusia dapat bertukar informasi, saling bertanya dan saling memberi tugas, mengungkapkan penghargaan atau kurang menghargai satu dengan lain, saling menjanjikan sesuatu, saling memberi peringatan, dan saling berhubungan dengan cara yang lain. Peranan bahasa pada era globalisasi saat ini sangat penting karena dalam praktik komunikasi yang terjadi, masyarakat menggunakan bahasa dalam membangun kebudayaannya. Karena keberagaman bahasa dan budaya merupakaan kekayaan bangsa Indonesia maka perlu diperkenalkan kepada dunia melalui pentas-pentas dunia maupun nasional yang diharapkan dapat mendatangkan devisa sebagai pendapatan negara. 3. Kesimpulan 104 Pada hakikatnya, keberagaman sebagai atribut yang relevan dengan individu yang menciptakan atau memperkuat persepsi bahwa satu individu berbeda dari individu lain. Keberagaman Bahasa dan budaya merupakan suatu given atau anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan menjadi salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh banyak negara di dunia. Untuk menjaga kesatuan di tengah keberagaman bahasa dan budaya diperlukan alat pemersatu yaitu bahasa Indonesia untuk menjaga keharmonisan dalam interaksi antar anak bangsa. Sebagai salah satu kekayaan bangsa, keberagaman bahasa dan budaya dapat dijadikan salah satu pendapatan negara untuk mendatangkan devisa melalui kegiatan pentas seni baik nasional maupun internasional. Daftar Pustaka Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Badan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraa, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta Badan Pusat Statistik. Brown, 2000. Principles of Language Learning and Teaching fourth edition, San Francisco University Longman, Inc. Chaer, A. dkk., 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta Rineka Cipta. Dirgeyasa, I. W. 2015. Berbeda Dunia, Berbeda Budaya Dan Beragam Bahasa. Jurnal Bahas Unimed, 262, 76207. Duranti, A., 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge Cambridge University Press. Girvin, A. dkk., editor. 2001. The Routledge Language and Cultural Theory Reader. London Routledge Inc. Janasz, Suzanne C. De, 2006. Interpersonal Skills in Organizations. New York Mc Graw-Hill Jiang, W., 2000. The Relationship Between Culture and Language, Jurnal ELT, vol. 54/3 Juli 2000 Jufrizal, dkk., 2007. Hipotesis Sapir-Whorf dan Struktur Informasi Klausa Pentopikalan Bahasa Minangkabau, Jurnal Linguistika vol. 14, no. 26. Maret 2007. Koentjaraningrat, 1964, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta. Kramsch, C., 1998. Language and Culture. Oxford Oxford University Press. Mulyana, D., 2008. Komunikasi Efektif Bandung Penerbit PT. Remaja Rosdakarya White, dkk., 1973. The Concept of Culture. USA Burgess Publishing Company. 105 Yanzi, H. 2016. Bahasa Sebagai Bingkai Keberagaman Budaya Bangsa. Triyanto, T., Fauziyah, F. A., & Hadi, M. T. 2019. Bahasa sebagai pendidikan budaya dan karakter bangsa. Jurnal Salaka Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia, 11. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Wy. DirgeyasaStudi tentang bahasa dan budaya selalu menarik dan menantang bagi ahli bahasa, pengajar bahasa, praktisi bahasa dan juga pemerhati bahasa. Hal ini terjadi karena topik bahasa dan budaya selalu berkembang dan berubah sesuai dengan pekembangan dan peradaban manusia. Di samping itu, realitas bahasa dan budaya juga merupakan bagian aktivitas manusia sehari-hari. Beragam bahasa dan berbeda budaya menjadikan kajian budaya dan bahasa semakin kompleks dan unik. Keberagaman bahasa dan budaya mencerminkan keunikan dan diferensiasi masyarakat bahasa yang satu dengan masyarakat bahasa yang lainnya. Dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat bahasa tertentu kita dapat mengetahui sistem nilai, tradisi, karatkter masyarakat tertentu. Sebaliknya dengan budaya, kita juga dapat memahami realitas bahasa masyarakat tertentu. Dengan demikian hubungan bahasa dan budaya bersifat asimetris. Kata Kunci Bahasa, budaya dan masyarakat bahasaTriyanto TriyantoFuzi Afiza FauziyahMuhammad Tesar HadiABSTRAKTulisan ini menggambarkan kaitan antara bahasa sebagai pendidikan budaya dan karakter bangsa. Pendidikan budaya berkaitan erat dengan karakter bangsa sebab sebagian nilai-nilai karakter terdapat dalam pendidikan budaya. Sekolah berperan penting sebagai wahana memperteguh nilai budaya dan karakter bangsa. Pendidikan budaya termasuk salah satu wahana untuk membentuk bahasa dan karakter siswa. Dalam pembelajaran bahasa perlu dioptimalkan baik strategi, metode, media, serta bahan ajar yang bermuatan nilai pendidikan dan kebajikan sehingga membentuk karakter peserta didik. Pendidikan bahasa sebagai budaya dan karakter bangsa bukan hanya tugas dan tanggung jawab guru bahasa, melainkan tanggung jawab semua guru bidang studi karena semua guru pasti menggunakan bahasa. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendidikan karakter siswa adalah dengan pembelajaran bahasa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunkan teknik studi pustaka untuk mengambil data dari berbagai sumber bacaan. Hasilnya, bahasa merupakan media penyampai ilmu pengetahuan dan informasi. Bahasa juga menjadi alat komunikasi antarindividu atau pun antarkelompok. Dalam praktik komunikasi yang terjadi, masyarakat menggunakan bahasa dalam “membangun kebudayaannya”. Oleh sebab itu, pembentukan karakter bangsa pun dapat dilakukan dengan sarana bahasa. Kata Kunci Bahasa, Pendidikan Budaya, Karakter BangsaWenying JiangThis paper discusses the inseparability of culture and language, presents three new metaphors relating to culture and language, and explores cultural content in specific language items through a survey of word associations. The survey was designed for native Chinese speakers NCS in Chinese, as well as for native English speakers NES in English see Appendix. The words and expressions associated by NCS convey Chinese culture, and those associated by NES convey English culture. The intimate relationship between language and culture is strikingly illustrated by the survey, which confirms the view that language and culture cannot exist without each Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus PendudukStatistik Badan PusatBadan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraa, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta Badan Pusat Perkenalan AwalA ChaerChaer, A. dkk., 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta Rineka Skills in OrganizationsSuzanne C JanaszDeJanasz, Suzanne C. De, 2006. Interpersonal Skills in Organizations. New York Mc Graw-HillHipotesis Sapir-Whorf dan Struktur Informasi Klausa Pentopikalan Bahasa MinangkabauDkk JufrizalJufrizal, dkk., 2007. Hipotesis Sapir-Whorf dan Struktur Informasi Klausa Pentopikalan Bahasa Minangkabau, Jurnal Linguistika vol. 14, no. 26. Maret Efektif Bandung Penerbit PT. Remaja Rosdakarya White, dkk., 1973. The Concept of CultureD MulyanaMulyana, D., 2008. Komunikasi Efektif Bandung Penerbit PT. Remaja Rosdakarya White, dkk., 1973. The Concept of Culture. USA Burgess Publishing Company. 105
Setiapsuku bangsa mempunyai ciri atau karakter tersendiri, baik dalam aspek sosial maupun budaya. Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok suku, lebih tepatnya 1.340 suku bangsa. Keberagaman agama. Indonesia adalah negara yang religius. Hal itu dibuktikan dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.